Iman kepada Allah mengandung empat unsur (Syarah Ushul Iman, hlm.
13–22):
Pertama: Mengimani Wujud Allah ta’ala.
Wujud Allah telah dibuktikan oleh fitrah manusia, akal manusia, syariat,
dan indra manusia.
·
Bukti fitrah tentang
wujud Allah.
Secara fitrah, manusia telah mengakui adanya pencipta, pengatur, dan
pemilik alam semesta ini. Tidak ada orang yang mengingkari hal ini selain orang
ateis yang sombong. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semua
bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam). Ibu-bapaknyalah yang
menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari, no. 1292)
·Bukti akal.
Bahwa semua makhluk, yang terdahulu maupun yang akan datang, pasti ada yang
menciptakan. Mereka tidak mungkin menciptakan diri mereka sendiri, dan tidak
pula tercipta secara kebetulan. Allah ta’ala menyebutkan dalil akal
tentang keberadaan Sang Pencipta dalam surat Ath-Thur, yang artinya, “Apakah
mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri
mereka sendiri)?” (QS. Ath-Thur:35)
Ketika Jubair bin Muth’im mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam membaca ayat ini, maka dia–yang tatkala itu masih musyrik–berkata,
“Hatiku hampir saja terbang. Itulah permulaan menetapnya keimanan dalam
hatiku.” (HR. Al-Bukhari, no. 4573)
·
Bukti syariat.
Bukti syariat tentang wujud Allah sangat banyak. Semua ayat Alquran yang
berbicara tentang Allah dan segala sifat-Nya menunjukkan keberadaan Allah ta’ala.
·
Bukti indrawi.
Bukti indrawi tentang wujud Allah ta’ala dapat dibagi menjadi dua:
·
Kita dapat mendengar
dan menyaksikan terkabulnya doa orang-orang yang berdoa, serta pertolongan-Nya
yang diberikan kepada orang-orang yang mendapatkan musibah. Hal ini menunjukkan
secara pasti tentang wujud Allah ta’ala.
·
Mukjizat para nabi dan
rasul, yang dapat disaksikan atau didengar banyak orang. Ini merupakan bukti
yang jelas tentang wujud Dzat yang memelihara para nabi tersebut, yaitu Allah ta’ala.
Karena hal itu terjadi di luar kemampuan manusia, Allah melakukannya sebagai
penguat dan penolong bagi para rasul.
Kedua: Mengimani rububiyah Allah ta’ala
Mengimani rububiyah Allah ta’ala maksudnya ‘mengimani
sepenuhnya bahwa Dialah satu-satunya Rab, tiada sekutu dan tiada penolong
bagi-Nya’.
“Rab” adalah ‘Dzat yang menciptakan, memiliki, serta mengatur semesta
alam’. Jadi, tidak ada pencipta selain Allah, tidak ada pemilik selain Allah,
dan tidak ada yang bisa mengatur alam semesta, menghidupkan, serta mematikan,
selain Allah ta’ala. Allah berfirman, yang artinya, “Ingatlah,
menciptakan dan mengatur hanya milik Allah. Mahasuci Allah ….” (QS.
Al-A’raf:54)
Tidak ada makhluk yang mengingkari ke-rububiyah-an Allah ta’ala,
kecuali orang yang sombong. Pada hakikatnya pula, dia sendiri tidak meyakini
kebenaran ucapannya. Bahkan, pada diri Fir’aun sekali pun, meskipun dia mengaku
tuhan, namun hatinya yakin bahwa yang benar adalah dakwah Musa, yang mengajak
untuk mengesakan Allah.
Allah ta’ala berfirman menceritakan keadaan batin Fir’aun dan pengikutnya
ketika mendengar dakwah Musa dan Harun, yang artinya, “Dan mereka
mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan mereka. Padahal, hati mereka
meyakini (kebenaran) dakwah Musa.” (QS. An-Naml:14)
Demikian juga, perkataan Musa kepada Fir’aun, yang Allah sebutkan dalam
Alquran, yang artinya, “Sesungguhnya, kamu telah mengetahui bahwa tidak ada
yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Rab yang memelihara langit dan
bumi sebagai bukti-bukti nyata, dan sesungguhnya aku menganggap kamu, wahai
Fir’aun, seseorang yang akan binasa.” (QS. Al-Isra’:102)
Oleh karena itu, sebenarnya, orang-orang musyrik Quraisy juga mengakui rububiyah
Allah, meskipun mereka menyekutukan-Nya dalam uluhiyah (penghambaan).
Allah ta’ala berfirman, yang artinya, “Katakanlah, ‘Kepunyaan
siapakah bumi ini dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?’ Mereka
akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah, ‘Maka, apakah kamu tidak ingat?’
Katakanlah, ‘Siapakah Empunya langit yang tujuh dan Empunya ‘arsy yang besar?’
Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah, ‘Maka, apakah kamu tidak
bertakwa?’ Katakanlah, ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas
segala sesuatu, sedang Dia melindungi tetapi tidak ada yang dapat dilindungi
dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan
Allah.’ Katakanlah, ‘(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?’”
(QS. Al-Mu’minun:84–89)
Ketiga: Mengimani uluhiyah Allah ta’ala.
Artinya, mengimani dan mengamalkan konsekuensi bahwa Dialah satu-satunya
sesembahan yang berhak disembah dan tidak ada sekutu bagi-Nya.
Allah ta’ala berfirman, yang artinya, “Dan Tuhanmu adalah Tuhan
yang Maha Esa; tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) melainkan Dia; yang
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah:163)
Allah juga berfirman, yang artinya, “Allah menyatakan bahwa tidak ada
sesembahan (yang berhak disembah) selain Dia; yang menegakkan keadilan. Para
malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan demikian). Tidak ada
sesembahan (yang berhak disembah) selain Dia; yang Mahaperkasa lagi
Mahabijaksana.” (QS. Ali Imran:18)
Dakwah para rasul mengajak kaumnya untuk hanya beribadah kepada Allah.
Allah berfirman menceritakan ajakan mereka, yang artinya, “Sembahlah Allah
oleh kamu sekalian! Sekali-kali, tidak ada Tuhan selain Dia. Maka, mengapa kamu
tidak bertakwa (kepada-Nya)?” (QS. Al-Mu’minun:32)
Meski demikian, orang-orang musyrik tetap saja mengingkarinya. Mereka masih
saja mengambil tuhan (sesembahan) selain Allah ta’ala. Mereka menyembah
serta meminta bantuan dan pertolongan kepada tuhan-tuhan itu. Itulah bentuk
menyekutukan Allah.
Pengambilan tuhan-tuhan yang dilakukan orang-orang musyrik ini telah
dibatalkan oleh Allah dengan dua bukti:
·
Tuhan-tuhan yang mereka
sembah tidak mempunyai keistimewaan uluhiyah sedikit pun, karena mereka
adalah makhluk, tidak dapat menciptakan, tidak dapat memberi kemanfaatan, tidak
dapat menolak bahaya, tidak menguasai kehidupan dan kematian, tidak memiliki
sedikit pun kekuasaan di langit, serta tidak pula ikut memiliki keseluruhannya.
Allah ta’ala berfirman, yang artinya, “Mereka mengambil
tuhan-tuhan selain Dia (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak menciptakan
apa pun. Bahkan, mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa untuk (menolak)
sesuatu kemudaratan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) suatu
kemanfaatan pun, dan (juga) tidak kuasa mematikan, menghidupkan, tidak (pula)
membangkitkan.” (QS. Al-Furqan:3)
Allah juga berfirman, yang artinya, “Katakanlah, ‘Panggil mereka yang
kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah! Mereka tidak memiliki (kekuasaan)
seberat zarah pun di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu saham
pun dalam (penciptaan) langit dan bumi, serta sekali-kali tidak ada di antara
mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya. Dan tiadalah berguna syafaat di sisi
Allah, melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya untuk memperoleh syafaat.”
(QS. Saba’:22–23)
·
Sebenarnya, orang-orang
musyrik mengakui bahwa Allah ta’ala adalah satu-satunya Rab, Pencipta,
yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu. Mereka juga mengakui
bahwa hanya Dialah yang dapat melindungi dan tidak ada yang dapat
melindungi-Nya. Ini mengharuskan adanya pengesaan uluhiyah (penghambaan)
Allah, sebagaimana mereka mengesakan rububiyah (ketuhanan) Allah.
Allah ta’ala berfirman, yang artinya, “Wahai manusia, sembahlah
Rabmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelummu, agar kamu bertakwa.
Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap.
Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dengan hujan itu Dia menghasilkan
segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu, janganlah kamu
mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (QS.
Al-Baqarah:21–22)
Keempat: Mengimani nama dan sifat Allah ta’ala.
Beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah ta’ala adalah dengan
menetapkan nama-nama dan sifat-sifat yang sudah ditetapkan Allah untuk diri-Nya
dalam Alquran atau sunah Rasul-Nya, sesuai dengan kebesaran-Nya, tanpa tahrif
(penyelewengan), ta’thil (penghapusan), takyif (menanyakan kaifiyahnya),
dan tamtsil (penyerupaan).
Allah ta’ala berfirman, yang artinya, “Allah mempunyai asma`ul
husna (nama-nama yang indah), maka berdoalah kepada-Nya dengan menyebut asma`ul
husna itu, dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam
(menyebut) nama-nama-Nya. Kelak, mereka akan mendapat balasan terhadap
perbuatan yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf:180)
Dia juga berfirman, yang artinya, “Tidak ada sesuatu pun yang serupa
dengan-Nya, dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS.
Asy-Syura:11).
Read more https://yufidia.com/iman-kepada-allah/
0 komentar:
Posting Komentar