Definisi Al-Qadar (Takdir Allah) Dan
Al-Qadha’ (Ketetapan-Nya)
Secara bahasa, al-qadar berarti akhir dan
batas dari sesuatu, maka pengertian “menakdirkan sesuatu” adalah mengetahui
kadar dan batasannya.
Adapun pengertian al-qadar dalam syariat
adalah keterkaitan ilmu dan kehendak Allâh Azza wa Jalla yang terdahulu
terhadap semua makhluk (di alam semesta) sebelum Dia Azza wa Jalla
menciptakannya. Maka, tidak ada sesuatu pun yang terjadi (di alam ini)
melainkan Allâh Azza wa Jalla telah mengetahui, menghendaki dan menetapkannya,
sesuai dengan kandungan hikmah-Nya yang maha sempurna.
Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan,
“Ketahuilah bahwa keyakinan para pengikut kebenaran adalah menetapkan
(mengimani) takdir Allâh, yang berarti bahwa Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah
menetapkan takdir segala sesuatu secara azali (terdahulu), dan Dia Subhanahu wa
Ta’ala Maha mengetahui bahwa semua itu akan terjadi pada waktu-waktu
(tertentu), dan di tempat-tempat (tertentu) yang diketahui-Nya, yang semua itu
terjadi sesuai dengan ketetapan takdir-Nya.”
Sedangkan pengertian al-qadha’ secara
bahasa adalah hukum. Adapun dalam syariat, pengertiannya kurang lebih sama
dengan al-qadar, kecuali jika keduanya disebutkan dalam satu kalimat secara
bersamaan maka masing-masing mempunyai arti tersendiri .
Ketika menjelaskan perbedaan antara
keduanya, Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimîn rahimahullah berkata,
“al-Qadar adalah apa yang Allâh Azza wa Jalla takdirkan secara azali
(terdahulu) yang berkaitan dengan apa yang akan terjadi pada (semua)
makhluk-Nya. Sedangkan al-qadhâ’ adalah ketetapan Allâh Azza wa Jalla pada
(semua) makhluk-Nya, dengan menciptakan, meniadakan (mematikan) dan merubah
(keadaan mereka). Ini berarti takdir Allâh Azza wa Jalla mendahului (al-qadhâ).”
Dalil-Dalil Penetapan Takdir Allah
Subhanahu Wa Ta’ala
Dasar-dasar penetapan takdir terdapat dalam
al-Qur`ân dan Hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Di antaranya:
1. Firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :
إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ
Sesungguhnya Kami menciptakan segala
sesuatu dengan al-qadar (takdir) [al-Qamar/54:49]
Imam Ibnu Katsîr rahimahullah berkata,
“Para Imam Ahli Sunnah memegangi ayat yang mulia ini sebagai dasar (wajibnya)
menetapkan takdir Allâh Azza wa Jalla yang mendahului semua makhluk-Nya, yang
berarti (meyakini bahwa) Dia Maha Mengetahui segala sesuatu sebelum terjadi,
dan Dia telah menuliskannya (dalam Lauhul Mahfûzh) sebelum menciptakannya.”
2. Firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala,
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ
وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا ۚ إِنَّ
ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
“Tiada sesuatu bencana pun yang menimpa di
bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab
(Lauhul Mahfûzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu
adalah mudah bagi Allâh [al-Hadiid/57:22]
3. Sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam , yang artinya, “(Iman itu adalah) kamu beriman kepada Allah, para
Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, serta
beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.”
4. Sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Tidak ada seorangpun dari kalian kecuali Allâh telah menetapkan
tempatnya di surga atau tempatnya di neraka.” Para Sahabat Radhiyallahu anhum
bertanya, “Wahai Rasûlullâh, (kalau demikian) apakah kita tidak bersandar saja
pada ketentuan takdir kita dan tidak perlu melakukan amal (kebaikan) ?
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Lakukanlah amal (kebaikan),
karena setiap manusia akan dimudahkan (untuk melakukan) apa yang telah
ditetapkan baginya, manusia yang termasuk golongan orang-orang yang berbahagia
(masuk surga) maka dia akan dimudahkan untuk melakukan amal golongan
orang-orang yang berbahagia, dan manusia yang termasuk golongan orang-orang
yang celaka (masuk neraka) maka dia akan dimudahkan untuk melakukan amal
golongan orang-orang yang celaka.” Kemudian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam membaca :
فَأَمَّا مَنْ أَعْطَىٰ وَاتَّقَىٰ﴿٥﴾ وَصَدَّقَ
بِالْحُسْنَىٰ ﴿٦﴾ فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَىٰ ﴿٧﴾ وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ
وَاسْتَغْنَىٰ﴿٨﴾ وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَىٰ﴿٩﴾ فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَىٰ ﴿١٠
Adapun orang yang memberikan (hartanya di
jalan Allâh) dan bertakwa (kepada-Nya), dan membenarkan adanya pahala yang
terbaik (surga), maka Kami kelak akan memudahkan baginya (jalan) yang mudah
(kebaikan). Dan adapun orang-orang yang kikir dan merasa dirinya cukup
(berpaling dari petunjuk-Nya), serta mendustakan pahala yang terbaik, maka
kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar (keburukan)
[al-Lail/92:5-10]
4 Macam Takdir
Para ulama menjelaskan ada empat macam takdir, yaitu:
1) Takdir Azali
2) Takdir ‘umri
3) Takdir Sanawi
4) Takdir Yaumi.
Berikut penjelasannya:
1) Takdir Azali
Yaitu takdir yang ditulis dalam lauhil mahfudz 50.000 tahun sebelum
penciptaan langit dan bumi. Takdir azali ini adalah takdir yang merupakan
takdir utama yang pasti terjadi bagi semua mahkluk.
Allah berfirman,
أَلَمْ تَعْلَمْ
أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ ۗ إِنَّ ذَٰلِكَ فِي
كِتَابٍ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui
apa saja yang ada di langit dan di bumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat
dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh) Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah
bagi Allah”. (Al-Hajj/22 : 70)
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَتَبَ اللهُ
مَقَادِيْرَ الْخَلاَئِقِ، قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ،
بِخَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ، قَالَ: وَعَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ
“Allah menentukan berbagai ketentuan para makhluk, 50.000 tahun
sebelum menciptakan langit dan bumi. “Beliau bersabda, “Dan adalah ‘Arsy-Nya di
atas air.” (HR. Muslim)
2) Takdir ‘umri
Yaitu takdir yang ditulis malaikat ketika meniupkan roh ke dalam
janin.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
إِنَّ أَحَدَكُمْ
يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِيْ بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا، ثُمَّ يَكُوْنُ فِي
ذَلِكَ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ فِيْ ذَلِكَ مُضْغَةً مِثْلَ
ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ، فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ
بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ، بِكَتْبِ رِزْقِهِ، وَأَجَلِهِ، وَعَمَلِهِ، وَشَقِيٌّ أَوْ
سَعِيْدٌ
“Sesungguhnya salah seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya
dalam perut ibunya selama mpat puluh hari, kemudian menjadi segumpal darah
seperti itu pula (empat puluh hari), kemudian menjadi segumpal daging seperti
itu pula, kemudian Dia mengutus seorang Malaikat untuk meniupkan ruh padanya,
dan diperintahkan (untuk menulis) dengan empat kalimat: untuk menulis rizkinya,
ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagia(nya).” (HR. Bukhari Muslim)
3) Takdir Sanawi
Takdir yang berlaku tahunan dan ditulis kejadian setahun ke depan
setiap malam lailatul qadar.
Allah berfirman,
فِيهَا يُفْرَقُ
كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ
“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.”
[Ad-Dukhaan/44 : 4]
Allah juga berfirman,
تَنَزَّلُ
الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ سَلَامٌ
هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ
“Pada malam itu turun para Malaikat dan juga Malaikat Jibril dengan
izin Rabb-nya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan
sampai terbit fajar.” [Al-Qadr/97 : 4-5]
4) Takdir Yaumi
Yaitu takdir yang berlaku harian.
Allah Ta’ala berfirman,
كُلَّ يَوْمٍ
هُوَ فِي شَأْنٍ
“Setiap waktu Dia dalam kesibukan.” [Ar-Rahmaan/55 : 29]
Perlu diperhatikan bahwa di antara empat takdir ini, takdir
utamanya adalah takdir azali yang tertulis di lauhil mahfudz, sedangkan tiga
takdir yang lainnya (‘umri, sanawi, dan yaumi) adalah takdir yang bisa merubah.
Perhatikan kalimat berikut:
“Perubahan takdir (‘umri, sanawi dan yaumi) ini tertulis dalam
takdir azali di lauhil mahfudz.”
Contohnya: bisa saja dalam takdir ‘umri tertulis dia seorang yang
celaka, tetapi karena dia bersungguh-sungguh mencari hidayah, maka ia menjadi
orang yang beruntung. Perubahan takdir ‘umri ini tertulis dalam lauhil mahfudz.
Ini juga yang dimaksud dengan “takdir bisa dirubah dengan doa”.
Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
ﻻ ﻳﺮﺩ ﺍﻟﻘﺪﺭ ﺇﻻ
ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ
“Tidaklah merubah suatu takdir melainkan doa.” [HR. Al Hakim, hasan]
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan bahwa
takdir yang berubah tersebut berkaitan dengan doa, beliau berkata:
الدعاء من أسباب
رد القدر المعلق ، والقدر يكون معلقا ويكون مبتوتا ، فإذا كان قدرا معلقا
“Doa termasuk sebab merubah takdir yang mu’allaq (bergantung pada
sebabnya). Takdir itu ada yang mu’allaq dan ada yg telah tetap, sama sekali
tidak berubah.” [https://binbaz.org.sa/old/38112]
Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa perubahan takdir dan doa
tersebut juga tertulis dalam takdir azali lauhil mahfudz. Beliau berkata:
لكنه في الحقيقة
لا يرد القضاء؛ لأن الأصل أن الدعاء مكتوب وأن الشفاء سيكون بهذا الدعاء، هذا هو
القدر الأصلي الذي كتب في الأزل
“Pada hakikatnya takdir (azali) tidak berubah, karena doa tersebut
sudah tertulis (dilauhil mahfudz) bahwa kesembuhan karena adanya doa, inilah
takdir asli yang tertulis dalam takdir azali.” [Majmu’ Fatawa wa Rasail 2/93]
Baca selengkapnya https://muslim.or.id/43701-memahami-macam-macam-takdir.html
0 komentar:
Posting Komentar